Kisah ini tentang sebuah pohon
dengan seorang anak manusia. Sebuah pohon apel berdiri tegak dengan akar
menghunjam kuat ke dalam bumi, sementara dahan-dahannya menjulang,
daunnya hijau merimbun sementara buah-buahnya pun ranum menghijau.
Alkisah, ada seorang anak manusia yang sering datang ke bawah pohon apel
tersebut dari sejak kecil. Di masa kecilnya, dia sering bermain bersama
pohon tersebut dan menikmati manisnya buah apel yang kadang jatuh atau
terpaksa dia harus memetiknya sendiri, tapi pohon apel tersebut lebih
banyak memberi dengan menjatuhkan buahnya, sehingga sang anak tak perlu
bersusah payah memetiknya.
Waktu terus berjalan, ketika
anak tersebut semakin tumbuh menjadi seorang remaja, dia semakin jarang
bermain dan bersenda gurau dengan pohon tersebut. Hanya sesekali saja
dia datang, itu pun ketika dia sangat ingin memakan buah apel. Dan suatu
ketika, ketika dia datang kepada pohon tersebut, pohon berkata, "Nak,
kenapa kamu sudah lama tidak berkunjung untuk bermain bersamaku
sekarang? Sering2lah ke sini bermain bersamaku."
Sang anak
pun menjawab, "Maaf aku sekarang sudah remaja, tak mau lagi bermain
denganmu. Sekarang aku butuh uang untuk membeli baju dan semua
keinginanku. Bisakah engkau memberiku sejumlah uang?"
"Maaf
aku tidak punya uang, tapi jikau engkau mau, petiklah buahku lalu
juallah ke pasar maka kamu akan mendapatkan uang untuk memenuhi
kebutuhanmu." kata pohon apel.
Lalu anak tersebut memanjat
dan memetik seluruh buah yang ada dan menjualnya ke pasar. Sejak saat
itu, dia jarang kembali berkunjung ke pohon itu. Sampai beberapa waktu,
dia baru dapat berkunjung ke sana ketika dia sudah beranjak dewasa.
"Lama sudah kamu tak pernah ke sini, ayo bermain bersamaku lagi?" sapa
pohon apel.
"Maafkan aku, tak ada lagi waktuku untuk
bermain, aku sekarang sudah dewasa, dan aku sudah berkeluarga, aku perlu
rumah untuk berteduh kami sekeluarga. Dapatkah engkau memberi aku
sebuah rumah?" kata lelaki itu.
"Kalau sebuah rumah aku
tak punya, bukankah engkau tau bahwa aku sendiri tak punya rumah? Tapi
kalau engkau mau, potonglah dahan-dahanku lalu dengannya kamu bisa
membuat sebuah rumah." pohon mangga menyarankan.
Lelaki
itupun memotong seluruh dahan pohon apel dan membangun sebuah rumah
dengan dahan-dahan tersebut. Sejak saat itupun sungguh lebih lama lagi
dia tidak pernah berkunjung ke pohon apel yang sudah tak berdahan lagi
itu. Sampai suatu saat ketika usia senja sudah menjelang, lelaki tua
tersebut datang ke pohon apel tersebut.
"Untuk apa lagi
engkau datang? Aku sudah tidak punya dahan, aku sudah tidak berbuah
lagi?" tanya pohon itu. "Aku ke sini bukan lagi untuk memakan buahmu,
karena aku sudah tidak punya gigi lagi. Begitupun aku sudah tidak bisa
memanjat pohonmu karena usiaku yang sudah tua. Aku hanya ingin di usia
tuaku ini, aku bisa hidup senang dan damai, aku ingin berlayar jauh ke
negeri seberang, bisakah engkau memberiku sebuah kapal? pinta lelaki tua
itu.
"Kalau sebuah kapal, aku tak punya. Tapi bila engkau
mau, engkau bisa menebang pohonku dan menjadikannya sebuah kapal untuk
berlayar…" kata pohon itu.
Lelaki itupun menebangnya dan
hanya menyisakan akarnya, dan meninggalkannya berlayar ke lautan luas,
melepas penat di masa tuanya, sampai beberapa waktu dia tak kunjung
kembali. Sampai suatu saat dia datang dengan tubuh yang semakin renta….
"Untuk
apa lagi engkau datang kemari, aku sudah tak punya apa-apa lagi?" kata
pohon itu. "Aku tak akan meminta apa-apa lagi darimu. Aku sudah lelah,
dan aku ingin beristirahat." kata lelaki renta itu.
"Kalau begitu,
rebahlah engkau di akarku….." dan lelaki itupun merebahkan dirinya di
akar pohon tersebut. Dia beristirahat dengan damai, dan akar pohon
itupun tersenyum dengan damai juga…..
Saudaraku…
demikianlah. Pohon apel itu laksana orang tua kita yang tanpa pamrih
memberikan apapun yang dimilikinya untuk anak-anaknya. Tapi terkadang
banyak anak yang tak menyadarinya…. Terus menuntut meski ia sudah
beruban juga, terus meminta meski ia sudah berkeluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar